TUGAS AKHIR 2 – IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS E-LEARNING DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PROGRESIVISME

Bismilaahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahirabbilalamin.

Pada artikel ini, saya akan membahas tentang implementasi filsafat di dalam pendidikan. Ini adalah tigas akhir kedua saya dalam mata kuliah Filsafat Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Berikut saya uraikan.

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS E-LEARNING DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PROGRESIVISME

DAFTAR ISI

 

DAFTAR ISI                                                                                                               ii

BAB I PENDAHULUAN                                                                                                               1                                                                                                                

  1. Latar Belakang 1
  2. Rumusan Masalah 3
  3. Tujuan Penulisan 3

BAB II PEMBAHASAN                                                                                                               4

  1. Karakteristik Filsafat Progresivisme sebagai Satu Aliran Pendidikan 4
  2. Pengertian dan Perkembangan Progresivisme 4
  3. Pandangan Progresivisme terhadap Pendidikan 5
  4. Pandangan Progresivisme terhadap Kurikulum 6
  5. Pandangan Progresivisme terhadap Pendidik 8
  6. Pandangan Progresivisme terhadap peserta Didik 9
  7. Pandangan Progresivisme terhadap Belajar 10
  8. Implementasi Pembelajaran Berbasis E-Learning dalam

Perspektif Filsafat  Progresivisme                                                                                                 11

BAB III PENUTUP                                                                                                             21

  1. Kesimpulan 21
  2. Saran 22

DAFTAR PUSTAKA                                                                                                             23

 

BAB I
PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang

Sejarah perkembangan dunia pendidikan memperlihatkan adanya perbaikan secara terus menerus dalam berbagai inovasi pendidikan yang telah dilaksanakan jauh sebelum era perkembangan teknologi seperti saat ini. Hal ini didasari pada ketertaikan filsuf pendidikan untuk menganalisis dan mengklarifikasi konsep dan pertanyaan penting dalam pendidikan jauh sebelum adanya filosof pendidikan professional dan para pendidik yang memperdebatkan pertanyaan-pertanyaan yang akrab bagi para filosof pendidikan kontemporer. Pertanyaan tersebut adalah: Apa yang seharusnya menjadi tujuan atau tujuan pendidikan? Siapa yang harus dididik? Haruskah pendidikan berbeda sesuai dengan minat dan kemampuan alami? Peran apa yang harus dimainkan negara dalam pendidikan? (Noddings, 2018).

Pertanyaan-pertanyaan filsuf pendidikan tersebut menunjukkan bahwa perbaikan pendidikan yang terlihat saat ini tidak lepas dari peranan filsafat di dalam pendidikan. Namun demikian, fakta bahwa mereka masih mempertanyakan pertanyaan tersebut saat ini melahirkan beberapa pertanyaan baru: Mengapa mempelajari pertanyaan yang tidak pernah hilang? Jika kita tidak dapat menjawab pertanyaan tertentu, mengapa bertanya kepada mereka? Salah satu jawaban atas keberatan yang masuk akal adalah bahwa setiap masyarakat harus menjawabnya, tidak sekali dan untuk selamanya, tetapi sebaik dan secermat mungkin demi kepentingan rakyatnya dan masa depan bumi (Noddings, 2018). Artinya bahwa pertanyaan tersebut tidak pernah hilang sepanjang masa, namun tetap perlu dijawab, yang sekali lagi menunjukkan peranan filsafat di dalam pendidikan.

Pertanyaan dalam filsafat pendidikan adalah pertanyaan pertama dan utama tentang pendidikan, dan sebagian besar filsuf pendidikan bekerja di sekolah dan departemen pendidikan. Pertanyaan mereka bersifat filosofis dalam pengamatan itu-apa tujuan pendidikan seharusnya. Namun, sebaliknya, kita harus berdebat dari kemungkinan efek tertentu dari pilihan kita (Noddings, 2018). Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya pertanyaan dan sumbangsi pemikiran para filsuf sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut untuk pendidikan serta perbaikan pendidikan telah membuat filsafat menjadi landasan dalam setiap perkembangan keilmuan sehingga disebut sebagai The Mother of Science. Artinya, setiap ilmu pengetahuan tidak terlepas dari peranan filsafat, dimana filsafat dapat membuka ide- ide berpikir, cakrawala, serta mengkaji hakikat, nilai dan kegunaan dari ilmu tersebut.

Filsafat bukan hanya sebagai sebuah kajian yang sifatnya terbatas pada ilmu saja (science for science), apalagi dalam ilmu pendidikan saja, tetapi kajian filsafat juga dapat dipergunakan untuk memberikan inspirasi dan aspirasi di dalam mencari solusi dan pemecahan masalah yang dihadapi oleh manusia (Susanto, 2021). Terkait dengan pemecahan masalah tersebut, maka filsafat pendidikan didefinisikan sebagai filsafat yang diterapkan di dalam usaha pemikiran dan pemecahan masalah kompleks yang terjadi di dalam dunia pendidikan. Upaya pemecahan masalah pendidikan yang sangat kompleks tidaklah cukup jika hanya didekati dengan perspektif ilmu pengetahuan semata, namun perlu di cari pemecahannya melalui pendekatan secara filosofis (Abidin, 2006).

Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidikan (Kristiawan, 2016). Jadi, teori pendidikan bertujuan untuk menghasilkan suatu pemikiran tentang kebijakan maupun rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Guru sebagai salah satu komponen pendidikan perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi di dalam pembelajaran agar tidak terjadi kesalahan konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.

  1. Rumusan Masalah

Rumusan permasalahan yang akan dibahas di dalam kajian ini diantaranya sebagai berikut.

  1. Bagaimana karakteristik filsafat progresivisme sebagai satu aliran pendidikan?
  2. Bagaimana implementasi pembelajaran berbasis e-learning alam perspektif filsafat progresivisme?
  3. Tujuan Penulisan Makalah

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

  1. Menganalisis karakteristik filsafat progresivisme sebagai satu aliran pendidikan.
  2. Menganalisis implementasi pembelajaran berbasis e-learning alam perspektif filsafat progresivisme.

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Karakteristik Filsafat Progresivisme sebagai Satu Aliran Pendidikan

Perkembangan zaman yang ditopang oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam tatanan masyarakat membutuhkan kemajuan, khususnya dalam bidang pendidikan. Adanya tuntutan terhadap kemajuan pendidikan menjadi awal mula lahirnya aliran progresivisme, yaitu adanya ketidakpuasan terhadap pelaksanaan pendidikan yang sangat tradisional, cenderung otoriter dan peserta didik hanya dijadikan sebagai objek pembelajaran (Fadlillah, 2017). Beberapa tokoh pada tahun 1800-an yang memunculkan aliran filsafat pendidikan ini adalah Horace Mann, Francis Parker dan G Stanley dan pada tahun 1900-an, muncullah John Dewey dan William H Kilpatrick.

Metode pendidikan pada sekolah dasar telah direformasi oleh para pendidik yang beraliran progressivisme. Alasannya adalah karena pendidik progresivieme memandang bahwa pendidikan tradisional dikuasai secara penuh oleh guru selama pembelajaran. Pembelajaran yang berpusat pada guru cenderung membuat siswa lebih pasif di dalam proses pembelajaran. Ini merupakan karakteristik utama dari filsafat progresivisme sebagai satu aliran di dalam pendidikan.

  1. Pengertian dan perkembangan progresivisme

Kata “progress” sebagai akar kata dari progresivime pada dasarnya kata progress merupakan kata baru yang baru bisa dipahami serta dimengerti maksud dan arti sebenarnya sekitar abad ke-19 (Yunus, 2016). Pendapat lain menyatakan bahwa progress berarti kemajuan, sehingga progresivisme diartikan sebagai sebuah aliran yang mengingikan kemajuan-kemajuan secara cepat (Muhmidayeli, 2011).

Aliran filsafat progresivisme ini senantiasa berusaha mengembangkan asas kemajuan dalam semua realita, terutama dalam kehidupan untuk tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia (Yunus, 2016).

Progresivisme disebut juga sebagai instrumentalisme, eksperimental, atau environmentalisme. Progresivime disebut instrumentalisme karena aliran ini beranggapan bahwa potensi atau kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan, dan untuk mengembangkan kepribadian. Progrsivisme disebut eksperimental atau empirik karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Progresivisme disebut environmentalisme karena aliran ini menganggap bahwa lingkungan hidup ini mempengaruhi pembinaan kepribadian seseorang (Muis, 2004).

 

Selain itu, aliran progresivisme juga sepaham dengan psikologi pragmatisme yang berpendapat bahwa suatu keterangan itu benar kalau kebenaran itu sesuai dengan realitas, atau suatu keterangan akan dikatakan benar kalau kebenaran itu sesuai dengan kenyataan (Yunus, 2016).

  1. Pandangan progresivisme terhadap pendidikan

Aliran progresivisme ini pernah berjaya di Amerika, dimana dalam pendidikan, progressivisme merupakan bagian dari gerakan reformis umum bidang sosial-politik yang menandai kehidupan orang Amerika (Sekarwati & Fauziati, 2021). Salah satu latar belakang lahirnya progresivisme adalah adanya reaksi terhadap pendidikan tradisional yang selalu menekankan kepada metode formal pengajaran. Metode ini dianggap sebagai metode yang diktator karena guru menjadi pusat pembelajaran dimana guru adalah sati-satunya sumber di dalam pembelajaran.

Menurut Barnadib (1994), progresivisme proses pendidikan memiliki dua kajian, yaitu psikologis dimana pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau daya-daya yang ada pada anak didik yang akan dikembangkan, sedangkan sosiologis, dimana pendidik harus mengetahui kemana tenaga-tenaga itu harus dibimbingnya (Mindayani, n.d.). Jadi, disini pendidik memiliki peran utama di dalam pembelajaran, yaitu untuk mengembangkan dan mengarahkan anak didiknya kepada arah pendidikan yang diharapkan.

Progresivisme merupakan suatu aliran filsafat pendidikan modern yang menghendaki adanya perubahan pelaksanaan pendidikan menjadi lebih maju dengan menjadikan pendidik pada di sekolah/kampus hanya sebatas sebagai fasilitator, pembimbing, dan pengarah sedangkan peserta didik adalah pusat dari pembelajaran (Fadlillah, 2017). Pelayanan baik oleh guru yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa berdasarkan dari hasil selama proses pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga mampu membawa dampak yang besar di dalam kemajuan pendidikan di Indonesia.

  1. Pandangan progresivisme terhadap kurikulum

Kurikulum merupakan seperangkat dokumen yang berisi tentang suatu tujuan, isi, dan materi pelajaran. Kurikulum sebagai jantung pendidikan tidak saja dimaknai sebagai serangkaian mata pelajaran yang ditawarkan kepada siswa di sekolah, tetapi sesungguhnya kurikulum mengandung arti lebih luas sehingga banyak pakar memaknai kurikulum dengan titik tekan yang berbeda (Nasution, 2005). Pandangan terhadap kurikulum oleh suatu aliran pendidikan bergantung pada karaktersitik aliran itu sendiri.

Filsafat progresivisme menghendaki kurikulum yang bersifat luwes dan terbuka, dapat dirubah dan dibentuk, sesuai dengan perkembangan zaman dan Iptek (Nursikin, 2016). Adanya keluwesan dan keterbukaan di dalam pembelajaran dapat mendorong siswa untuk aktif membangun kebermaknaan di dalam belajar sesuai dengan apa yang telah mereka pahami sebelumnya. Selain itu, padangan progresivisme terhadap terhadap perubahan dan pembentukan kurikulum melihat bahwa pengetahuan dapat berkembang tergantung pada persepsi subyektif individu yang didasarkan pada pengetahuan serta pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan.

Guru sebagai pembimbing aktivitas peserta didik harus selalu berusaha untuk memberikan kemungkinan terhadap terciptanya lingkungan terbaik yang memungkinkan terjadinya proses belajar (Yunus, 2016). Situasi dan kondisi lingkungan yang mendukung pelaksanaan kurikulum memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Jadi, kurikulum disini harus menkanankan adanya keterlibatan aktif siswa.

Perubahan kurikulum sejak masa kemerdekaan mulai dari Rencana pembelajaran tahun 1947 sampai pada Kurikulum 2013 yang mulai diterapkan tahun 2013 sangat sesuai dengan pandangan progresivisme terhadap kurikulum. Lebih jauh lagi, progresivisme menginginkan agar setiap lembaga pendidikan memiliki kurikulum yang bersifat fleksibel, dinamis, tidak kaku, tidak terkait dengan doktrin-doktrin tertentu, bersifat terbuka, memilki relevansi dengan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum pendidikan (Nursikin, 2016).

  1. Pandangan progresivisme terhadap pendidik

Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen, 2005). Definisi tentang guru tersebut sesuai dengan pandangan filsafat progresivisme terhadap pendidik yang memandang pendidik sebagai penasihat, pembimbing, pengarah dan bukan sebagai orang pemegang otoritas penuh yang dapat berbuat apa saja (otoriter) terhadap muridnya (Yunus, 2016). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidik memiliki peran utama di dalam membantu peserta didik agar mereka dapat belajar secara mandiri sehingga dapat berkembang menjadi orang dewasa yang mandiri dalam lingkungannya yang akan selalu berubah.

Prinsip keberlanjutan harus diperhatikan dimana guru harus mampu menciptakan suasana kondusif di kelas dengan cara membangungun kesadaran bersama setiap individu di kelas tersebut akan tujuan bersama sesuai dengan tanggungjawab masing-masing dalam konteks pembelajaran di kelas, serta konsisten pada tujuan tersebut (Muis, 2004). Dalam hal ini, seorang pendidik harus bersikap demokratis dan memperhatikan hak-hak alamiah dari para peserta didik secara keseluruhan tanpa harus menonjolkan diri sebagaimana konsep pendidikan tradisional.

  1. Pandangan progresivisme terhadap peserta didik

Progresivisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan modern yang menginginkan adanya perubahan mendasar terhadap pelaksanaan pendidikan ke arah yang lebih baik, berkualitas dan memberikan kemanfaatan yang nyata bagi peserta didik (Mustaghfiroh, 2020). Pemusatan pembelajaran pada siswa (student centerd learing) diharapkan dapat mengubah model pembelajaran tradisional yang selama ini berpusat pada guru sehingga siswa menjadi lebih aktif.

Aktivitas siswa yang lebih bayak di dalam kelas dapat membantu guru untuk mengidentifikasi kemampuan dan potensi anak sehingga mereka dapat memberikan pelayanan kepada siswa sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Aliran progresivieme mengehendaki adanya perubahan pada diri peserta didik mejadi pribadi yang tangguh dan mampu menghadapi persoalan serta dapat menyesuaikan dengan kehidupan sosial di masyarakat (Mustaghfiroh, 2020). Pemberian respon yang tepat oleh guru diharapkan dapat mengarahkan peserta didik pada pelatihan kemampuan berpikirnya secara menyeluruh, sehingga dapat berpikir secara sistematis melalui cara-cara ilmiah untuk melatih pemecahan masalah yang tengah dihadapi (Muhmidayeli, 2011).

  1. Pandangan progresivisme terhadap belajar

Pandangan progresivisme mengenai belajar bertumpu pada pandangan mengenai peserta didik sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk lainnya (Mustaghfiroh, 2020). Kelebihan ini dapat diperoleh setiap peserta didik dari adanya kemerdekaan di dalam belajar sehingga memiliki kesempatan di dalam mengahayati pembelajaran yang lebih edukatif, baik di dalam maupun di luar kelas. Situasi kemerdekaan bejar yang tidak hanya terpaku di dalam kelas akan membuat pembelajaran lebih nyaman karena siswa dapat melakukan diskusi yang lebih santai dengan guru sehingga terbentuk karakter peserta didik yang baik.

Progresivisme mengajarkan cara belajar yang tepat sehingga seseorang dapat belajar setiap saat dari realitas secara mandiri, baik di dalam maupun di luar sekolah, pada saat, sedang, ataupun setelah menyelesaikan pendidikan formal sehingga sekolah akan dapat menghasilkan individu-individu yang cerdas, kreatif, dan inovatif (Yunus, 2016). Jadi, progresivisme lebih menekankan kepada pembelajaran yang mandiri bagi siswa melalui berbagai sumber yang dapat diakses secara bebas oleh peserta didik. Aliran ini juga memungkinkan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat karena pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan dan diakses saat melaksanakan pembelajaran formal, tetapi bahkan setelah peserta didik menyelesaikan pendidikan formalnya.

  1. Implementasi Pembelajaran Berbasis E-Learning dalam Perspektif Filsafat Progresivisme

Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidikan (Kristiawan, 2016). Jadi, teori pendidikan bertujuan untuk menghasilkan suatu pemikiran tentang kebijakan maupun rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Guru sebagai salah satu komponen pendidikan perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi di dalam pembelajaran agar tidak terjadi kesalahan konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.

Ada beberapa aliran filsafat pendidikan yang memiliki pengaruh di dalam perkembangan pendidikan, diantaranya idealisme, realisme, pragmatisme, humanisme, behaviorisme, dan konstruktivisme (Kristiawan, 2016). Berbagai peran filsafat dalam pendidikan dapat ditemukan dalam hasil karya atau pemikiran para filsuf tentang pendidikan seperti hasil karya Imanuel Kant diantaranya adalah; Critique of Pure Reason (1781), Critique of Practical Reason (1788), dan Critique of Judgement (1790). Karya Immanuel Kant ini telah banyak mempengaruhi perkembangan ilmu pendidikan.

Kant dengan aliran barunya, kritisisme lahir untuk mendamaikan pertentangan antara aliran filsafat rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes dan empirisme yang dipelopori oleh David Hume sehingga terbentuk dengan memulai perjalanannya menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia (Budi, 2016). Sementara itu, ilmu pendidikan yang dikemukakan oleh Kant berasal dari pengalaman empiris sebagai muara dari filsafat tentang pendidikan sebelumnya. Selain Kant, filsuf lain yang memberikan sumbangan besar terhadap ilmu pendidikan adalah pemikiran Paul Ernest yang mengemukakan lima macam peta pendidikan dunia yaitu: Industrial Trainer, Technological Pragmatist, Old Humanist, Progressive Educator, dan Public Educator (Ernest, 2004). Kelima peta pendidikan dunia ini merupakan urutan dari jenis mendidik yang dimulai dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centre) hingga pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centre).

Apa pun jenis pendekatan yang digunakan di dalam pembelajaran, namun bentuk pendekatan tersebut semata-mata bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu merubah peserta didik menjadi lebih baik. Secara umum gambaran dari jenis pendidikan yang dikemukakan oleh Paul Ernest sebagai berikut. 1) Dunia pendidikan kaum industrialis/teknologi dimana pendidikan hanya bertumpu pada keuntungan yang terlihat nyata dan diarahkan untuk kepentingan industri. 2) Dunia pendidikan kaum konservatif kerajaan/feodal yang ingin mempertahankan dan mewariskan nilai-nilai lama. 3) Dunia pendidikan kaum old humanist yang berpusat pada diri manusia dan aspek spiritual dinihilkan yang berarti bahwa tidak mengakui keberadaan Tuhan. 4) Dunia pendidikan kaum progresif yang berorientasi pada siswa dimana hasil dari pembelajaran diperoleh melalui portofolio. 5) Dunia pendidikan kaum socio-constructivist berorientasi kepada sosial dan diri siswa. Pendidikan harus mendorong konstruksi pengetahuan malalui keterlibatan aktif dan interaksi siswa. Hasil pendidikan juga diperoleh melalui portofolio (Ernest, 2004).

Salah satu dari keempat jenis pendidikan yang dikemukan oleh Paul Ernest adalah jenis pendidikan kaum progresif yang pembelajarannya berpusat pada siswa dengan hasil pembelaran diperoleh melalui portofolio. Pada pendidikan era revolusi industri 4.0 saat ini, pembelajaran berbasis web atau yang lebih dikenal dengan istilah pembelajaran elektronik (electronic learning, e-learning) merupakan salah satu metode pembelajaran dengan sistem protofolio siswa yang paling lengkap serta dapat diakses kapan dan dimana saja oleh guru, maupun seluruh stakeholder yang membutuhkan informasi tentang hasil penilaian siswa.

E-learning merupakan sistem pembelajaran yang dapat membantu kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan media elektronik (Daryanto, 2010). Dalam e-learning semua aktivitas belajar yang memanfaatkan sebuah teknologi elektronik bisa dikatakan sebagai bentuk e-learning (Rusman, 2012). Secara etimologi, dari kedua definisi tersebut e-learning dapat diartikan sebagai pembelajaran yang menggunakan media elektronik (Mutia & Leonard, 2013). E-learning merupakan bentuk pemanfaatan teknologi internet untuk mendistribusikan materi pembelajaran sehingga siswa dapat mengakses dimana saja (Suartama & Tastra, n.d.). E-lerning merupakan karakteristik khas pembelajaran abad ke-21, yaitu proses pembelajaran yang tidak lagi bersifat tatap muka (face to face course) secara langsung antara guru dan siswa tetapi lebih bersifat pembelajaran modern yang berbasis internet (Anggraeni & Sole, 2018).

Aliran filsafat progresivisme merupakan aliran filsafat yang selalu berusaha untuk mengembangkan asas kemajuan dalam semua realita, terutama dalam kehidupan untuk tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusi yang mucul dalam reaksi terhadap pendidikan  tradisional yang selalu menekankan kepada metode formal pengajaran (Yunus, 2016). Aliran ini merujuk pada prinsip menghormati perorangan, sains, dan menerima perubahan sesuai dengan perkembangan zaman baik teknologi maupun lingkungan (Warami, 2016). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa progresivisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang selalu menginginkan kemajuan siswa atas segala perubahan zaman maupun lingkungan yang semakin cepat sehingga siswa mampu untuk beradaptasi bahkan menguasai perubahan tersebut (Gera, 2020).

Penjelasan tentang e-learning di atas menyebutkan tentang latar belakang kemunculannya, yaitu adanya reaksi terhadap pendidikan yang konvensional, trasisional yang didasarkan pada kelaziman, sarat berbenturan dengan ruang dan waktu. Hal ini menganggap bahwa pendidikan konsvensional tidak lagi efektif jika didalamnya dilakukan sebuah proses kegiatan pembelajaran sehingga perlu dilakukan sebuah pembaruan pendidikan guna mengimbangi pesatnya kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi seperti saat ini (Amini, n.d.). Latar belakang lahirnya e-learning ini oleh filsafat pendidikan progresivisme sama dengan awal kelahirannya yang terkenal luas karena reaksinya terhadap aliran formalisme dan sekolah tradisional yang membosankan, dimana pendidikan ketika itu berada di tangan guru sepenuhnya, yang menekankan disiplin keras dan belajar pasif.

E-learning sebagai salah satu metode pemealajaran saat ini lebih menekankan pada pengembangan metode pembelajarannya yang mengikuti kemajuan teknologi dan lingkungan sedangkan progresivisme lebih kepada pengembangan dan perubahan segala bidang pendidikan seperti metode, materi, kurikulum, dan tujuannya (Gera, 2020). Progresivisme sebagai aliran filsafat pendidikan yang selalu berpikir maju menganggap bahwa e-learning merupakan salah salah satu produk dari filsafat pendidikan. Hal ini karena e-learning kahir sebagai tanggapa dunia pendidikan dalam mengahadapi perubahan zaman yang sangat cepat.

Untuk melihat kebih jauh terkait dengan hubungan antara e-elarning dan filsafat progresivisme, maka perlu ditinjau dari berbagai aspek yang meliputi sejarah, kurikulum, metode pembelajaran, pendidik dan peserta didik. Sejarah lahirnya e-learning dan filsafat progresivisme telah dijelaskan sebelumnya bahwa e-learning lahir sebagai variasi metode pembelajaran konvensional yang dianggap terbatas pada pertemuan tatap muka serta dibatasi oleh waktu (Suharyanto & Mailangkay, 2016). Hal lain yang melatarbelakangi lahirnya e-learning adalah adanya paradigma pembelajaran konvensional yang masih menganggap guru sebagai pusat belajar (teacher centered learning) atau sebagai satu-satunya sumber belajar sehingga perlu diubah karena memang tidak sesuai dengan  prinsip-prinsip (pembelajaran) itu sendiri (Jayawardana, 2017).

Sejarah kelahiran e-learning ternyata sejalan dengan kondisi awal mula lahirnya aliran filsafat progresivisme. Aliran filsafat ini sangat berpengaruh terhadap pembaharuan pendidikan serta progresivisme dianggap sebagai the liberal road to culture dalam artian bahwa liberal berarti berani toleran dan transparan (Yunus, 2016). Hal ini jika diartikan lebih luas bahwa aliran progresivisme memiliki sifat yang tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu, selalu ingin mengetahui serta toleran. Dari sini terlihat bahwa progresivisme ini lahir sebagai reaksi dari filsafat esensialisme yang cenderung menolak pembaruan dan lebih condong ke pendidikan klasik yang sifatbta konvensional. Dengan demikian, terlihat bahwa kelahiran e-learning dan progresivisme karena adanya keinginan untuk melakukan suatu perubahan, khususnya dalam bidang pendidikan untuk mengikuti perkembangan TIK.

Dalam pandangan progresivisme, kurikulum adalah seperangkat program pengajaran yang dapat mempengaruhi anak belajar secara edukatif, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah (Fadlillah, 2017). Keberadaan kurikulum di dalam pendidikan sangatlah penting karena akan dijadikan sebagai pedoman dalam peneyelenggaraan pendidikan, baik kompetensi yang ingin dicapai, materi pembelajaran, proses pembelarana, maupun bentuk evaluasi dan penilaian yang digunakan pada setiap mata pelajaran. Kompetensi, proses, materi, dan evaluasi serta penilaian pembelajaran telah diatur secara rinci di dalam bentuk pertauran menteri terkait bidang pendidikan dalam satuan Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Metode sebagai salah satu bagian dari proses pembelajaran di kelas juga dimiliki oleh pembelajaran dengan menggunakan sistem e-learning, dimana dalam proses penyajian materi pembelajaran menggunakan media elektronik, khususnya internet untuk menjangkau siswa maupun khalayak umum yang lebih luas, kapan dan dimanapun. Dalam penyelenggaraannya, e-learning tetap harus memperhatikan berbagai prinsip pembelajaran, khususnya dalam penyelenggaraannya sebagai salah satu metode sekaligus sebagai media pembelajaran yang menggunakan teknologi tinggi sehingga dapat menjangkau khalayak ramai. Salah satu prinsip yang paling penting dalam e-learning adalah prinsip kebebasan, yaitu harus memberikan waktu dan ruang yang luas serta fleksibel bagi seluruh pengguna, khususnya siswa untuk mengikuti dan mengerjakan seluruh tugas dan rangkaian aktivitas pemebalajaran yang disajikan (Irawan et al., 2020). Berdasarkan sifat fleksibilitas ini, maka metode pembelajaran e-learning dapat digunakan dalam kurikulum mana saja dan kapan saja.

Filsafat progresivisme dalam memandang kurikulum sebagai suatu instrument yang bersifat luwes dan terbuka, dapat dirubah dan dibentuk, serta fleksibel dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan Iptek (Gera, 2020). Filsafat progresivisme mengehndaki jenis kurukulum yang bersifat luwes (fleksibel) dan terbuka. Jadi, kurikulum itu bisa diubah dab dibentuk sesuai zamannya (Simanjuntak, 2013). Dengan demikian, daoat ditarik sebuah kesimpulan bahwa filsafat progresivisme tidak memiliki kurikulum yang kaku atau tetap karena sifatnya yang terbuka serta mengikuti perubahan zaman. Dari uraian di atas terkait kurikulun dalam e-elearning serta pandangan progeresivisme terhadap kurikulum menunjukkan bahwa sebagian besar padangan keduanya sama khususnya dalam memandang sebuah kurikulum sebagai suatu perangkat yang sifatnya fleksibel.

Model pembelajaran online menyiapkan keragaman aplikasi dan media yang digunakan sehingga terlihat adanya kesiapan konten sebagai sumber belajar yang tentunya sangat mendukung kemandirian belajar serta kebiasaan belajar yang baik yang diharapkan membentuk pola piker yang konstruktif bagi siswa (Gusty et al., 2020). Dengan adanya berbagai macam sistem e-learning menjadikan siswa lebih mandiri dan kreatif. Sementara itu, bagi siswa, e-learning bagi juga memebrikan dampak positif bagi pengajar yang menjadikannya lebih inovatif dan lebih muda melakukan pembaruan materi ataupun model pengajaran sesuai dengan tuntutan zaman. Selain itu juga memudahkan pengontrolan tugas pelajar (Nadziroh, 2017). Namun demikian, penggunaan e-learning sebagai model pembelajaran memiliki kelemahan terutama dalam hal keterlibatan guru secara fisik yang sangat minim sehingga memungkinkan terjadinya hilang kontrol dalam pembelajaran sehingga siswa terlalu bebas dalam prosesnya bahkan jika tidak dikontrol dengan baik tujuan pembelajaran tidak akan tercapai (Gera, 2020). Hal ini tentunya akan memberikan efek yang buruk dalam penerapan e-learning sehingga diperlukan adanya persiapan sistem monitoring yang baik.

Dalam filsafat progresivisme, penerapan model pembelajaran harus memegang prinsip pembelajaran yang progresif, yaitu penyediaan lingkungan dan fasilitas pembelajaran yang sifat bebas diakses oleh setiap siswa dalam rangka pengembangan bakat dan minat mereka. Dengan demikian, filsafat progresivisme mengharapakan agar siswa dapat belajar secara mandiri sementara guru harus memantau aktivitasnya serta memberikan bantuan jika ada anak yang mengalami kendala di dalam pembelajaran. Inti dari pandangan progresivisme terhadap model pembelajaran adalah bagaimana mengajarkan cara belajar yang tepat, sehingga seseorang dapat belajar setiap saat dari realitas secara mandiri, baik di dalam maupun di luar sekolah, pada saat, sedang, ataupun setelah menyelesaikan pendidikan formal (Yunus, 2016). Dari penjelasan terkait penggunaan e-learning sebagai model pembelajaran serta pandangan filsafat progresivisme menunjukkan bahwa keduanya memiliki kesamaan khususnya pada penggunaan sumber belajar yang progresi progresif serta adanya pemberian kebebasan kepada siswa untuk belajar secara mandiri dimana guru kebih kepada pemantau dan pembantu siswa jika ada kendala di dalam pembelajarannya.

Meskipun tugas guru di dalam e-learning lebih banyak membantu, namun dalam sistem pembelajaran ini, guru terkesan mendikte siswa di dalam melakukan kegiatan pembelajaran meskipun tidak secara langsung (Gera, 2020). Untuk menyelenggarakan pembelajaran dengan e-learning secara optimal, maka guru harus memiliki berbagai kemampuan padagogis yang dituangkan dalam rencana pembelajaran, penguasaan teknologi dalam pembelajaran serta enguasaan materi pembelajaran (subject metter) sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki (Hartanto, n.d.). Selain itu, sistem ini banyak menuntut siswa untuk mandiri di dalam belajar yang tentunya memiliki banyak perbedaan dengan pembelajaran konvesional, dimana guru adalah sumber utama di dalam pembelajaran meskipun pembelajaran berpusat kepada siswa.

Dalam pandangan filsafat progresivisme, guru adalah penasihat, pembimbing, pengarah dan bukan sebagai orang pemegang otoritas penuh yang dapat berbuat apa saja (otoriter) terhadap muridnya (Yunus, 2016). Semntara itu, filsafat progresivisme memandang siswa pada posisi sentral untuk melakukan pembelajaran dimana di dalam pelaksanaan pembelajaran, siswa dijadikan sebagai pusat. Oleh karena siswa adalah pusat di dalam pembelajaran, maka progresivisme selalu berusaha untuk membuat siswa menjadi pribadi yang aktif lebih aktif di dalam pembelajaran sehingga aktifitas ruang kelas difokuskan pada praktik pemecahan masalah, serta atmosfer sekolah diarahkan pada situasi yang kooperatif dan demokratis.). (Mudyahardjo, 2006:145-146). Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata” dan juga pengalaman teman sebaya (Waris, 2016). Dari pemaparan tentang kedudukan pendidik dan siswa dalam e-learning serta pandangan filsafat progresivisme terhadap pendidik dan siswa terlihat bahwa keduanya menempatkan pendidik sebagai fasilitator serta siswa sebagai pusat belajar sehingga memberikan kemandarian dan kebebasan kepada siswa di dalam melakukan pembelajaran.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa e-learning adalah sebuah metode pembelajaran yang sangat sesuai untuk diterakan pada era saat ini yang telah memasuki era revolusi industri 4.0. Keseuaian ini didukung oleh filsafat pendidikan progresivisme yang memiliki banyak kemiripan jika ditinjau dari berbagai sudut pandang, yaitu dari sejarah kelahirannya, pandangannya terhadap kurikulum, model pembelajaran serta kedudukan guru dan peserta didik di dalam pembelajaran.

 

 

BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Hasil kajian terhadap beberapa referensi yang ditelaah dalam makalah ini dapat disimpulkan sebagai berikut.

  1. Dari sejarah kelahirannya, e-learning maupun progresivisme sama-sama terlahir untuk membuat suatu perubahan dalam bidang pendidikan yang tradisonal dan tidak berkembang menjadi maju dan berubah sesuai perkembangan Iptek.
  2. Pandangan e-learning maupun progresivisme memandang kurikulum sebagai memiliki sifat yang fleksibel dimana segala sesuatu sangat cepat berubah apalagi teknologi, sehingga kurikulum tipe ini nantinya bisa disesuaikan dan diubah sesuai dengan kebutuhan zaman.
  3. Pandangan progresivisme dan e-learning terhadap sumber belajar adalah sama-sama mengizinkan siswa untuk mencari bahan ajar baik sehingga siswa memiliki kebebasan di dalam memilih sumber belajar yang disukainya.
  4. Progresivisme dan e-learning memandang pendidik adalah fasilitator dan pendamping siswa saat mengalami kesulitan di dalam belajar.
  5. Progresivisme dan e-learning memandang peserta didik sebagai pusat dari pembelajaran yang sifatnya merdeka dan mandiri di dalam pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas.

 

  1. Saran

Beberapa saran yang diberikan dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.

  1. Pendidik yang mengembangkan e-learning sebagai basis pembelajarannya harus memaknai ideologi filsafat pendidikan progresivisme agar dapat menyajikan pembelajaran yang sifatnya lebih progresif dan membuat siswa dapat belajar secara mandiri sehingga pembelajaran tetap menjunjung kemerdekaan siswa dalam belajar.
  2. Sekolah hendaknya dapat menyediakan fasilitas bagi peserta didik di dalam mengakses pembelajaran secara bebas dalam bentuk daring agar mereka dapat belajar kapan dan dimana saja tanpa terikat oleh ruang dan waktu.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (2006). Motivasi dalam Strategi Pembelajaran dengan Pendekatan “ARCS.” SUHUF, 13(2), 143–155. https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/890/4. Zaenal Abidin.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Amini, S. M. A. (n.d.). Paradigma Pembelajaran Berbasis E-learning dalam Kajian Aliran Filsafat Pendidikan. Researchgate.Net. https://www.researchgate.net/profile/Siti-Mufilah-Aisah-Amini/publication/329519525_Paradigma_Pembelajaran_Berbasis_E-Learning_dalam_Kajian_Aliran_Filsafat_Pendidikan/links/5c0cbb10299bf139c749a4a8/Paradigma-Pembelajaran-Berbasis-E-Learning-dalam-Kajian-A

Anggraeni, D. M., & Sole, F. B. (2018). E-Learning Moodle, Media Pembelajaran Fisika Abad 21. Jurnal Penelitian Dan Pengkajian Ilmu Pendidikan: E-Saintika, 1(2), 57–65.

Budi, S. (2016). Epistimologi Perspektif Islam dan Barat. Tasamuh: Jurnal Studi Islam, 8(2), 173–196. https://e-jurnal.iainsorong.ac.id/index.php/Tasamuh/article/view/83

Daryanto. (2010). Media Pembelajaran. Gava Media.

Ernest, P. (2004). The Philosophy of Mathematics Education. Taylor & Francis.

Fadlillah, M. (2017). Aliran Progresivisme dalam Pendidikan di Indonesia. Jurnal Dimensi Pendidikan Dan Pembelajaran, 5(1). http://eprints.umpo.ac.id/5758/

Gera, I. G. (2020). Analisis Pembelajaran E-Learning dalam Perspektif Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme. Lisyabab: Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 1(2), 167–178. https://lisyabab-staimas.e-journal.id/lisyabab/article/view/50

Gusty, S., Nurmiati, N., Muliana, M., Sulaiman, O. K., Ginantra, N. L. W. S. R., Manuhutu, M. A., …, & Warella, S. Y. (2020). Belajar Mandiri: Pembelajaran Daring di Tengah Pandemi Covid-19. Yayasan Kita Menulis. https://www.google.com/books?hl=id&lr=&id=HSz7DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA85&dq

Hartanto, W. (n.d.). Penggunaan E-Learning sebagai Media Pembelajaran. https://docobook.com/penggunaan-e-learning-sebagai-media-pembelajaran.html

Irawan, E., Arif, S., Hakim, A. R., Fatmahanik, U., Fadly, W., Hadi, S., …, & Aini, S. (2020). Pendidikan Tinggi Di Masa Pandemi: Transformasi, Adaptasi, dan Metamorfosis Menyongsong New Normal. Zahir Publishing. Zahir Publishing. https://www.google.com/books?hl=id&lr=&id=_Kr7DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq

Jayawardana, H. B. A. (2017). Paradigma Pembelajaran Biologi di Era Digital. Jurnal Bioedukatika, 5(1), 12–17.

Kristiawan, M. (2016). Filsafat Pendidikan – The Choice is Yours. Valia Pustaka. https://www.academia.edu/download/49370614/NASKAH_FILSAFAT_PENDIDIKAN.pdf

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (2005).

Mindayani, N. (n.d.). Penerapan Aliran Pendidikan Progresivisme pada Strategi Ppembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas X SMA Negeri 1 NA IX-X. Jurnal Edukasi Kultura: Jurnal Bahasa, Sastra Dan Budaya.

Muhmidayeli. (2011). Filsafat Pendidikan. Refika Aditama.

Muis, I. S. (2004). Pendidikan Partisiptif Menimbang Konsep Fitrah dan Progesivisme Jhon Dewey. Safaria Insania Press.

Mustaghfiroh, S. (2020). Konsep “merdeka belajar” perspektif aliran progresivisme John Dewey. Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran, 3(1), 141–147.

Mutia, I., & Leonard. (2013). Kajian Penerapan E-Learning dalam Proses Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Jurnal Faktor Exacta, 6(4), 278–289.

Nadziroh, F. (2017). Analisa Efektifitas Sistem Pembelajaran Berbasis E-Learning. Journal of Computer Science and Visual Communication Design, 2(11–14). https://journal.unusida.ac.id/index.php/jik/article/view/28

Nasution, S. (2005). Asas-Asas Kurikulum. Bumi Aksara.

Noddings, N. (2018). Philosophy of education. Routledge. https://www.google.com/books?hl=id&lr=&id=bGEPEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq

Nursikin, M. (2016). Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan dan Implementasinya dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam. Attarbiyah, Journal of Islamic Culture and Education, 1(2012), 303–334. https://ijtihad.iainsalatiga.ac.id/index.php/attarbiyah/article/viewFile/579/463

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran. PT Rajagrafindo Persada.

Sekarwati, E., & Fauziati, E. (2021). Kurtilas dalam Perspektif Pendidikan Progresivisme. E-Jurnal Pendidikan Dan Sains Lentera Arfak, 1(1), 29–35.

Simanjuntak, J. (2013). Filsafat Pendidikan dan Pendidikan Kristen. Penerbit ANDI. https://www.google.com/books?hl=id&lr=&id=LII5EAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=

Suartama, I. K., & Tastra, I. D. K. (n.d.). E-Learning Berbasis Moodle. Graha Ilmu.

Suharyanto, & Mailangkay, A. B. L. (2016). Penerapan E-Learning Sebagai Alat Bantu Mengajar dalam Dunia Pendidikan. Jurnal Ilmiah Widya, 3(4).

Susanto, A. (2021). Filsafat ilmu: Suatu kajian dalam dimensi ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Bumi Aksara. https://www.google.com/books?hl=id&lr=&id=sn8rEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq

Warami, H. (2016). Bahasa Dalam Gerbang Filsafat Pendidikan: Perspektif Ontologi Bahasa Dan Budaya. Jurnal Triton Pendidikan 1, 1(1), 1–7. https://www.academia.edu/download/52482577/Artikel_Filsafat_Bahasa_Hugo_Warami.pdf

Waris. (2016). Manajemen Pendidikan dalam Perspektif Progresivisme dan Islam: Studi Komparatif [Insititut Agama Islam Negeri Surakarta]. https://core.ac.uk/download/pdf/296469621.pdf

Yunus, H. A. (2016). Telaah Aliran Pendidikan Progresivisme dan Esensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan. Jurnal Cakrawala Pendas, 2(1), 29–39.